salam

Sabtu, 09 April 2011

Antara Beribadah dan Taat Kepada Suami

Dari (sanat) Abu Sa’id Al – Khurdi r.a. yang berkata,
“Suatu hari, kami (para sahabat) sedang duduk bersama Rasulullah Saw. tiba-tiba, datanglah seorang perempuan.”
Perempuan tersebut berkata,
“Suamiku, Shafwan bin Al – Mu’aththal, menepukku (punggung) ketika aku sedang shalat, memaksaku untuk berbuka puasa ketika aku sedang berpuasa (membatalkan), dan ia sendiri tidak melaksanakan shalat subuh hingga matahari terbit.”

Ketika itu, Shafwan yang merupakan suami dari perempuan tersebut, sekaligus sahabat Rasulullah Saw. sedang berada disamping beliau, ikut berkumpul bersama para sahabat lainnya.
Dan Rasulullah pun menanyakan kebenaran perihal pengaduan istrinya tersebut kepada Shafwan.

Shafwan menjawab,
“Ya Rasulullah, pengaduan-pengaduan istriku bahwa aku menepuknya ketika ia sedang shalat benar. Hal itu karena ia membaca dua surah yang telah aku larang sebelumnya.”
Mendengar hal itu, Rasulullah Saw. bersabda,
“Seandainya hanya satu surah pun (setelah Al – Fatihah), hal itu cukup bagi orang-orang.”

Kemudian Shafwan melanjutkan,
“Mengenai pengaduannya bahwa aku telah memaksanya berbuka puasa ketika ia sedang berpuasa, hal itu benar. Karena ia tetap berpuasa padahal aku sudah melarangnya, dan aku adalah laki-laki yang masih muda dan tidak bisa bersabar.”
Mendengar hal itu, Rasulullah Saw. bersabda,
“Seorang perempuan hanya boleh berpuasa apabila telah mendapatkan izin dari suaminya.”

Shafwan berkata lagi,
“Mengenai pengaduannya bahwa aku tidak melaksanakan shalat subuh hingga matahari terbit, hal itu benar. Karena kami sering kali bangun setelah matahari terbit.”
Mendengar hal itu, Rasulullah Saw. bersabda,
“Apabila bangun tidur, maka shalatlah seketika itu pula, wahai Shafwan .!”
HR. Abu Dawud, Ibn Hibban, Al – Hakim, dan Ahmad dengan sanad yang shahih menurut kriteria Al – Bukhari dan Muslim

Dari (sanat)‘Abdullah bin Aufa’ r.a., Rasulullah Saw. bersabda,
“Sekiranya aku diperbolehkan menyuruh seseorang untuk bersujud kepada selain Allah, maka niscaya aku akan menyuruh istri agar bersujud kepada suaminya. Demi Tuhan yang menguasai diri Muhammad, perempuan dinilai tidak melaksanakan hak Tuhannya sebelum ia memenuhi seluruh hak suaminya. Bahkan, sekiranya suami menginginkan dirinya, sementara ia sedang berada di atas unta, ia tidak boleh menolaknya .!”
HR. Ahmad, Ibn Majah, Ibn Hibban, dan Al – Baihaqi

Dari (sanat) Abu Umamah r.a., Rasulullah Saw. bersabda,
“Ada tiga golongan orang yang shalatnya tidak akan diterima oleh Allah Swt.,
yaitu pertama (1) Budak yang melarikan diri hingga ia kembali,
kedua (2) Istri yang tidur pada malam hari sementara suaminya sedang marah kepadanya,
dan ketiga (3) Orang yang mengimami shalat suatu kaum tetapi mereka (kaum tersebut) tidak menyukainya (imam).”
HR. Al – Tirmidzi


Dari (sanat) Abu Hurairah r.a.
Dikatakan kepada Rasulullah Saw. bahwa si Fullan adalah perempuan yang rajin shalat malam, berpuasa, beramal kebajikan, dan banyak bersedekah, tetapi ia sering menyakiti tetangganya.
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda,
“Tidak ada kebaikan baginya dan ia termasuk calon penghuni neraka.”

Para sahabat berkata,
“Si Fullan adalah seorang perempuan yang hanya melaksanakan shalat wajib, bersedekah dengan sepotong keju, tetapi tidak suka menyakiti siapapun.”
Rasulullah Saw. bersabda,
“Ia termasuk calon penghuni surga.”
HR. Al – Bukhari dalam Al – Adab Al – Mufrad


Hadis-hadis di atas menunjukkan beberapa hal,

Pertama, diperlukan keseimbangan dalam memahami ibadah.

Kedua, harus ada keseimbangan di antara ibadah-ibadah dan berbagai bentuk ketaatan serta tidak berlebih-lebihan dalam menampakkan ketaatan.

Ketiga, sangatlah penting bagi seorang istri memahami bahwa memenuhi hak suami adalah di atas segala bentuk ibadah di luar wajib. Memenuhi atau melayani hak suami harus didahulukan atas segala bentuk ibadah sunnah.
Bahkan, ibadah seorang istri bisa tidak berguna karena kemarahan atau ketidak ridho’an sang suami kepadanya (dalam batas-batas yang dibenarkan). Karena itu, sebelum melaksanakan ibadah sunnah, istri sebaiknya meminta izin kepada suaminya.

Keempat,
harus ada keseimbangan antara memenuhi hak Allah dan hak sesama manusia.

Subhanallah... para ikhwan yang berbahagia, kita bisa melihat bagaimana Allah dan Rasulullah begitu mengistimewakan kita dalam mendapatkan hak sebagai seorang suami.
Maka sebagaimana sudah saya tulis dalam artikel-artikel sebelumnya perihal seorang perempuan, tidak sepantasnya kita berlaku tidak baik kepadanya.

Melihat kembali bagaimana istimewanya hak yang diberikan Allah kepada seorang suami, maka pantaslah pula apabila kewajiban kita sebagai seorang suami adalah membahagiakan dan memuliakan istri kita dengan perilaku dan sikap-sikap terpuji,
sebagaimana selalu dicontohkan oleh Rasulullah Saw. dalam kehidupan rumah tangganya.


Semoga kita semua menjadi manusia yang lebih baik, semakin bernilai lebih, dan memiliki derajat yang tinggi di mata Allah Swt,
Amin ya Rabb :)

Artikel ini saya ambil dari buku berjudul:
100 Pesan Nabi untuk Wanita
karya Badwi Mahmud Al-Syaikh, 2006, penerbit mizania
halaman (62) .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar