salam

Kamis, 31 Maret 2011

Pesona Keindahan Ilmu

Pada mulanya manusia hanya berjalan pelan di atas muka bumi, sementara burung-burung terbang bebas di angkasa luas.
Kemudian manusia menciptakan pesawat yang kemampuan terbangnya jauh melampaui kecepatan terbang burung-burung paling cepat, sekalipun elang dan rajawali.

Pada mulanya manusia hanya berdiri di tepi pantai, menatap ikan-ikan berenang syahdu di lautan lepas.
Kemudian manusia menciptakan kapal-kapal raksasa yang dapat digunakan untuk mengarungi samudra terluas bahkan mampu menyelami lautan yang paling dalam.

Pada mulanya manusia hanya berjalan tertatih, sembari menyaksikan kucing-kucing asyik berkejaran secepat angin di tanah lapang.
Kemudian manusia menciptakan mobil yang kecepatannya jauh melebihi kecepatan kucing-kucing paling dahsyat. Sekalipun juaguar.

Prof. Laode M Kamaludin, M.Sc, M.Eng
(Rektor Unissula)


Saya mengawali tulisan dalam artikel ini dengan mengambil sebuah analogi yang sangat brilian dari Rektor saya tercinta, Prof. Laode. Dalam menggambarkan bagaimana peran penting yang dipegang oleh ILMU dalam perkembangan teknologi, yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dirasakan oleh setiap mahkluk hidup di bumi ini, beliau sangat istimewa.

Hal-hal yang dipaparkan oleh Prof. Laode di atas merupakan fenomena yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Bagaimana manusia bisa sangat luar biasa dengan otaknya.

Hal-hal yang terjadi di atas merupakan buah manis dari sebuah Ilmu Pengetahuan.
Teknologi-teknologi canggih yang sekarang ini hadir disekeliling kita yang sangat memudahkan kehidupan kita, semua itu terlahir dari rahim Ilmu Pengetahuan.
Semua yang nampak begitu hebat dan menakjubkan di sekitar kita merupakan hasil dari Ilmu Pengetahuan.

Inilah kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia, yang menjadikan manusia merupakan mahkluk yang paling sempurna diantara mahkluk-mahkluk ciptaan Allah lainnya.

Malaikat adalah mahkluk yang diciptakan Allah dari Nur (cahaya), ia hanya diberi akal saja, ia tidak diberi nafsu untuk melakukan hal-hal diluar perintah Allah penciptanya.

Sedang hewan merupakan mahkluk yang diciptakan Allah dan dibekali dengan nafsu, tanpa di anugrahi akal. Sehingga ia tidak tahu bagaimana menjalani hidup ini agar menjadi mulia dan bermartabat di mata Allah.

Dan manusia, manusia merupakan mahkluk ciptaan Allah yang di anugrahi akal dan nafsu. Sehingga manusia dapat memilih akan menjadi apa ia hidup di dunia ini.

Saya ingin memberikan sebuah eksplanasi sederhana tentang perbedaan antara Manusia dengan Benda. Dalam hal esensi serta eksistensinya.

Saya memulai dengan benda, dan mengambil analogi sebuah meja. Meja merupakan benda mati yang tidak bernyawa. Namun dalam meja ini esensi mendahului eksistensinya.
Sebuah meja sebelum berwujud meja (mengada) atau ada eksistensinya sebagai sebuah meja, ia sudah terlebih dahulu muncul sebagai esensi.

Seorang tukang (pembuat meubel/meja), sebelum ia menciptakan sebuah meja, ia sudah membayangkan tentang bentuk dan wujud dari meja tersebut. Di dalam pikirannya sudah ada bagaimana struktur meja tersebut (esensi).
Meja itu akan memiliki empat kaki (penyangga),
di atasnya akan diletakkan sebuah alas berbentuk persegi,
yang pada ke-empat sisinya nanti akan ia bentuk sedikit tumpul (tidak bersiku 90d)
dengan tujuan agar tidak melukai orang ketika berbenturan dengannya,
Meja tersebut akan berwarna coklat tua, dan berfungsi sebagai meja belajar.

Nah setelah sempurna esensi sebuah meja dalam pikiran sang tukang, barulah ia membuatnya dan terciptalah sebuah meja. Barulah muncul eksistensi dari sebuah meja tersebut. Ada wujud eksis dari meja yang berasal dari esensi tersebut.
Dan setelah itu ia hanya benda mati yang tidak dapat berbuat apa-apa.

Berbeda dengan meja, manusia itu eksistensinya mendahului esensi.
Sehingga sudah cukup jelas bagaimana perbedaan antara keduanya dari pemaparan saya di atas kan ?
Bahwa manusia itu lebih dulu eksis, ada wujudnya sebagai manusia, barulah esensinya (hakikat) ia sebagai manusia menyesuaikan.

Begitu manusia terlahir ke dunia sebagai seorang bayi. Saat ia keluar dari rahim ibunya, maka eksislah ia, muncullah wujudnya (ada) sebagai seorang manusia (eksistensi).

Kemudian perihal esensinya, hakikat ia sebagai seorang manusia, itu semua bergantung dari proses serta perjalanan hidupnya.
Apakah ia akan menjadi seorang ulama, professor, insinyur, presiden, pejabat, atau malah penjahat, perampok, dan lain sebagainya.

Setiap manusia berhak menentukan akan dibawa kemana hidupnya.
Sehingga jangan pernah menyalahkan orang lain ketika hidup kita buruk, apalagi sampai menyalahkan Allah, astagfirullah...

Nah sekarang mari kita menilik ke dalam diri kita sendiri,
apakah kita ini sudah seperti manusia ?
berbuat banyak dan memberikan manfaat bagi selain kita ?


Atau malah kita ini ternyata tidak lebih dari sebuah benda ?
benda mati yang tidak dapat berbuat apa-apa ?
bahkan mau jadi apa kita, dan akan kemana pun kita tidak tau.
Naudzubillah..


Ini untuk memotivasi teman-teman sekalian, terutama diri saya sendiri agar senantiasa merenungkan hakikat kita sebagai seorang manusia. Dan semakin banyak memberikan manfaat bagi orang lain :)

Saya ingin memberitahu satu lagi rahasia, hehe. Perihal sesuatu yang membedakan manusia dengan sesuatu yang lain di luar dirinya.
Manusia itu juga diberi anugrah indah oleh Allah yang biasa kita sebut Kesadaran.
Yang kesadaran ini tidak dimiliki oleh mahkluk lain kecuali kita sebagai manusia.

Manusia itu sadar dan mampu berpikir bahwa dirinya adalah manusia,
ia seharusnya tahu bahwa dialah mahkluk paling bermartabat diantara mahkluk-mahkluk lainnya.

Sedang kalau kita melihat seekor kucing, ia tidak sadar dan tidak akan pernah berpikir untuk apa dia hidup. Jangankan berpikir demikian, seekor kucing itu tidak sadar (tidak tahu) kalau sebenarnya dia itu adalah seekor kucing. Hehehehe

Kemudian kesadaran untuk menjadi lebih baik,
tentu kita sebagai seorang manusia pernah dan sering memikirkan tentang cita-cita kita beberapa tahun ke depan. Kita sadar bahwa kita memiliki masa depan.

Contoh saat kita berumur 15tahun (atau kurang), kita sering berangan bahwa 5tahun atau 10tahun lagi saya ingin menjadi seorang dokter, seorang guru, seorang pengusaha sukses, seorang artis, dan lain sebagainya.
Inilah suatu kesadaran yang mendorong manusia untuk senantiasa progress ke depan.

Sedangkan seekor kucing ? tidak mungkin ia berpikir bahwa 5tahun lagi ia ingin menjadi seekor gorila. Hehehe
atau kita ganti analogi lain (kasian sikucing ) .
Contoh tumbuhan, pohon mangga.
Pohon mangga tidak pernah sadar akan keberadaannya sebagai pohon, dan ia pun juga tidak akan pernah berpikir tentang masa depannya.
Bahwa 5tahun lagi ia ingin menjadi pohon duren, pohon nangka, dan sebagainya.

Dan sekali lagi marilah kita menilik kepada diri kita sendiri,
apakah kita selama ini sadar tentang eksistensi kita ?
keberadaan kita sebagai seorang manusia ?


Jika kita tidak berani bermimpi, tidak memiliki kemauan untuk menjadi lebih baik,
maka kemudian apa hakikatnya kita sebagai seorang manusia ?
kita tidak lebih dari sebuah benda mati,
atau pohon yang tidak memberikan manfaat.


Bahkan terkadang pohon saja masih dapat memberikan manfaat berupa buah yang manis bagi manusia.
Apalagi kita sebagai manusia yang jauh lebih hebat dari sekedar pohon.

Teman-teman sekalian, marilah kita menjadi lebih mulia, lebih bermartabat, lebih bermanfaat bagi selain kita dengan memiliki Ilmu Pengetahuan. :)

Pesan dari saya,
Bacalah buku sebanyak engkau mampu.
Karena kau takkan pernah tau, dari buku yang mana engkau akan meraih sukses.


Barokallah :)

4 komentar:

  1. manusia mempunyai potensi akal untuk berpikir secara rasional dalam mengarahkan hidupnya ke arah maju dan berkembang
    (Al-Baqarah: 164, Al-Hadid:17, dan Al-Baqarah: 242),
    memiliki kesadaran diri (as-syu’ru) (Al-Baqarah:9 dan 12 ),
    memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan (Fushilat: 40, Al-Kahfi: 29, dan Al-Baqarah: 256 )
    serta tanggung jawab (Al-Muddatsir: 38, Al-Isra: 36, Al-Takatsur: 8 ).
    Sekalipun demikian, manusia juga memiliki kondisi kecemasan dalam hidupnya sebagai ujian dari Allah yang disebut al khauf (Al-Baqarah: 155),
    memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan fitrahnya kepada pribadi takwa (Ar-Ruum: 30, Al-A’raf: 172-174, Al-An’am:74-79, Ali-Imran: 185, An-Nahl: 61, dan An-Nisa: 78).

    BalasHapus
  2. Subhanallah .. :)
    dapet tambahan referensi nih .. ditambahin sm ustadzah f ..
    syukron ya ukhti :)

    BalasHapus
  3. subhanallah..
    alhamdulillah dapet ilmu.mkasih ya.. bikin terus OK..

    BalasHapus